Kuliner ini pertama kali masuk ke Semarang pada akhir abad ke-19, dibawa oleh seorang Tionghoa bernama Ong Kiem Nio dan kemudian berkembang pesat disini. Hal ini menjadi bukti bahwa, Indonesia berdiri di atas keberagaman; budaya Indonesia termasuk kulinernya, merupakan hasil dari pergaulan masyarakat dari berbagai suku bangsa yang sudah berlangsung sejak beratus-ratus tahun lalu.
Pada awalnya wedang tahu dijual dengan cara dipikul, bukan pakai gerobak seperti sekarang ini. Tidak hanya itu, bahannya juga berbeda dengan wedang tahu yang banyak dijajakan saat ini. Selain campuran jahe dan kembang tahu, dulunya wedang tahu ini terdapat tambahan bahan lain berupa udang kecil (rebon), kecap asin, irisan sayur, daun bawang hingga ketumbar. Tak hanya itu, santapan ini dulu juga dinikmati sembari menggigit cakwe atau mantou (sejenis bakpao China).
Kemudian, terjadi beberapa perubahan yaitu sari kacang kedelai diganti dengan susu kedelai yang dicampur dengan agar-agar. Sedangkan kuahnya yang terbuat dari rebusan jahe dan gula pasir/merah, ditambahkan daun pandan, daun jeruk, kayu manis hingga cengkeh agar lebih harum.
Dan tak hanya di Semarang, wedang tahu sebagai makanan jaman dulu juga sudah berkembang di daerah lain dengan nama yang berbeda-beda.
Di Solo (Jawa Tengah), wedang tahu disebut Tahoek; di Surabaya (Jawa Timur) disebut Tahuwa; di Singkawang (Kalimantan Barat) disebut Bubur tahu; di Palembang (Sumatera Selatan) dan Bangka Belitung dikenal dengan kembang tahu.
Sumber: goodnewsfromindonesia.id
Ingin mencari penjual KEMBANG TAHU terdekat dari lokasi anda, via Google Maps? Silahkan KLIK DISINI