Tutut adalah nama lain dari keong sawah, yang dahulu dianggap sebagai hama atau sekedar hewan yang tidak berguna. Namun, pada saat ini, tutut adalah hewan yang bermanfaat, karena dapat diolah menjadi hidangan kuliner lezat dan sehat dengan kandungan protein cukup tinggi. Bahkan, dipercaya sebagai sajian berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit liver, demam, dan penyakit kuning.
Tutut umumnya dimasak dengan cara direbus dengan bumbu kuning pedas. Cita rasanya dominan gurih. Selain rasanya yang lezat, yang menarik dari Tutut adalah teknik menyantapnya, yaitu dengan cara menyedot daging langsung dari cangkangnya. Para penikmat tutut yang ‘punya jam terbang tinggi’, hanya dengan satu kali sruput, langsung mendapatkan daging tutut dari cangkangnya. Sedangkan bagi penikmat ‘amatir’, biasanya memakai alat bantu berupa tusuk gigi untuk mencongkel daging tutut dari cangkangnya.
Dikutip dari jurnal karya Machfudz Djajasasmita, seorang peneliti dari Balai Penelitian Biologi dan Pengembangan Zoologi LIPI, tutut yang juga biasa disebut sebagai keong gondang, memiliki nama latin Pila ampullacea. Tutut umumnya hidup di perairan tawar dataran rendah pulau besar Indonesia, kecuali Papua, seperti di rawa-rawa, danau, sungai yang beraliran lambat, dan area kolam, Tutut juga dapat ditemukan di wilayah lain di Asia Tenggara, seperti Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
Tutut nemiliki ukuran tinggi cangkang 100 milimeter serta garis tengah sekitar 100 milimeter. Ketika bertelur, tutut mengeluarkan telur-telur yang dibungkus oleh sebuah lapisan kapur yang berwarna putih kekuningan. Satu gumpalan telur biasanya memiliki panjang 20 hingga 50 milimeter dan mengandung 15 hingga 50 butir telur.
Tutut bisa bertelur sepanjang tahun, dan mencapai puncaknya pada November dan terendah pada bulan Juli. Musim hujan dianggap penting untuk perkembangan telur-telur tutut. Telur tutut biasanya akan menetas setelah 15 hingga 30 hari.
Sebagai hewan herbivora, tutut bergantung pada tumbuhan air sebagai makanannya. Beberapa jenis tanaman air yang menjadi makanan tutut adalah eceng gondok, ganggang, jamur, dan spons. Namun ada juga penelitian yang menemukan sisa-sisa serangga di perut tutut. Tutut diketahui lebih memilih untuk memakan daun yang sudah mati daripada yang masih segar. Anak tutut juga lebih memilih daun-daun yang sudah lunak dan tidak dapat memakan tulang daun yang terlalu keras untuk gigi mereka yang masih halus.
Selain Kedai D'Opow penjual olahan Tutut ada di Jalan Sholeh Iskandar dan kawasan Cimanggu, Tanah Sareal, Bogor. Salah satunya, adalah warung milik Husni Fadillah yang berada di Jalan Taman Cimanggu. Olahan tutut di warung ini menggunakan bumbu berbahan bawang putih, bawang merah, kemiri, kunyit, jahe, merica dan garam.
Apakah Tutut Aman Dikonsumsi?
Selama ini tidak ada jurnal yang menyebut tutut menghasilkan racun, sehingga olahan tutut tetap sehat untuk dikonsumsi. Adapun terkait kasus keracunan massal yang pernah terjadi di Bogor, disebabkan oleh kesalahan dalam pengolahannya. Penyebab lainnya adalah cemaran limbah pestisida dan zat kimia berbahaya dari bahan baku tutut yang digunakan.
Yang paling aman adalah tutut yang berasal di alam, seperti sungai dan danau atau hasil budidaya, bukan dari persawahan. Jika anda tidak tau tentang asal bahan bakunya, cara yang paling mudah adalah menghindari makan tutut yang baunya menyengat dan berasa pahit.
Ingin mencari penjual.TUTUT terdekat dari lokasi anda via Google Maps? Silahkan KLIK DISINI