Cetak halaman ini

Cungkring: Olahan Kikil Dengan Saus Kacang Khas Bogor

Bicara mengenai wisata kuliner legendaris di Bogor, rasanya belum lengkap jika tak membahas Jalan Surya Kencana. Sebab, kawasan chinatown ini menawarkan berbagai macam jenis kuliner mulai dari yang halal hingga non-halal. Jalan Surya Kencana yang membentang sepanjang kurang lebih 1 km ini dipenuhi dengan jenis kuliner yang sudah berusia puluhan tahun. Kebanyakan pedagang di jalan tersebut juga sudah berjualan selama puluhan tahun. Salah satunya adalah pedagang cungkring.

Jika mendengar kata cungkring, sebagian besar yang terpikir adalah tubuh tinggi dan kurus kering. Namun,  kata cungkring yang dimaksud disini adalah nama jenis kuliner yang sangat disukai di Bogor, meski tidak semua orang mengetahuinya.

Cungkring adalah potongan kikil (kaki sapi) dan bagian dari kepala sapi yang dimasak bumbu kuning, ditambahkan lontong dan keripik tempe, kemudian diguyur dengan saus kacang.

Kikil sebagai bahan utama pada Cungkring, secara tekstur sangat mirip dengan cingur (mulut sapi)  pada rujak cingur khas Jawa Timur Sebagian orang juga sering menyalahartikan kikil sebagai krecek. Padahal, meski sama-sama bagian dari sapi, keduanya merupakan bahan makanan berbeda, mulai dari posisi di tubuh sapi, cara memasak dan tampilan fisiknya.

Kikil berasal dari kaki, dari  dengkul hingga kaki bagian bawah. Sedangkan kulit adalah paling luar daging sapi. Kikil masih memiliki lemak, sedangkan kulit hanya berupa lembaran tanpa lemak. Kemudian untuk cara pengolahannya,  sebelum menjadi krecek, kulit harus dikeringkan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, tekstur krecek cenderung kering dan renyah, makanya kerap disebut sebagai kerupuk kulit sapi.

Sedangkan kikil teksturnya basah dan kenyal. Proses mengolah kikil sapi sedikit lebih rumit. Untuk mendapatkan tekstur kikil yang empuk, bagian kaki tersebut setidaknya harus direbus selama 30-60 menit.

Mengenai nama Cungkring sendiri juga belum jelas asal usulnya. Ada sebagian orang beranggapan bahwa namanya berasal dari nama bahan baku  utamanya, yaitu kikil, yang dalam bahasa sunda disebut sebagai cungkring. Ada sebagian lagi yang yakin bahwa nama cungkring yang merupakan kepanjangan dari cungur (mulut) dan keringan (keripik tempe), sesuai dengan keripik tempe yang ditambahkan untuk melengkapi kikil sebagai bahan utama.

Sedangkan menurut Raisman, salah satu pedagang cungkring di bogor. Nama cungkring pada jaman dahulu adalah cungur goreng atau masyarkat Bogor menyebutnya sebagai cungur kering yang disingkat menjadi cungkring.

Namun, bagaimanapun sejarah tentang namanya, Cungkring telah menjadi kuliner yang banyak disukai di Bogor. Selain dinikmati dengan saus kacang, warga Bogor biasa menyantap cungkring dengan nasi ketan putih bercampur kelapa parut, dipadukan dengan tempe atau oncom goreng tepung.

Jika anda membeli cungkring untuk langsung dinikmati (buka dibungkus untuk dibawa pulang), hampir semua pedagang menyajikannya dengan cara tradisional yaitu menggunakan pincuk (wadah yang dibuat dari daun pisang) lengkap dengan tusukan dari lidi untuk menyantapnya.

 

Penjual Cungkring

Ada beberapa penjual cungkring yang cukup populer di Bogor,yang sebagian besar berlokasi  di Gang Aut, Jl Surya Kencana Bogor. Mudah ditemukan, karena berada di tepi jalan utama. Pedagang Cungkring ini sudah membuka usahanya sejak pukul 07.00 WIB.

Rata-rata para penjual Cungkring tersebut menggunakanan nama Pak Jumad sebagai mereknya. Pak Jumad adalah perintis usaha Cungkring, yang mulai berjualan sejak tahun 1975. Bermodalkan pikulan, Pak Jumad menawarkan Cungkring buatannya dengan cara berkeliling.

Usaha pak Jumat dilanjutkan oleh putranya bernama Deden, yang populer dengan sebutan Kang Deden. Namun tidak lagi jualan dengan cara berkeliling, tetapi menetap pada sebauh lokasi di kawasan Jalan Surya Kencana sejak tahun 2004.

Selain di Bogor, Cungkring Pak Jumad pernah membuka di Kampoeng Tempoe Doelo Kelapa Gading. Namun tidak lama, karena peminatnya tidak banyak, demikian yang dikatakan oleh Kang Deden.

Selain Deden ada juga Raisman, yang berjualan cungkring milik kakeknya juga di kawasan kuliner Jalan Suryakencana, Bogor Tengah, Kota Bogor. Bahkan ketika terjadi wabah virus corona atau  Covid-19, Raisman tetap berjualan, meski beberapa teman-teman sesama penjual  kuliner di kawasan itu memilih untuk menutup sementara lapaknya.

Hal itu dilakukan karena tidak ada pilihan lain. Ketika roda usaha terhenti, dapur rumahnya tak mengepul. Namun karena sepi pembeli, Raisman terpaksa mengurangi jumlah porsi yang ia jajakan. Jika biasanya dalam sehari menyediakan 100 porsi, pada saat itu hanya 50 porsi saja, untuk mengantisipasi kikil tidak habis. Karena kikil hanya bisa bertahan sehari saja.

 

Cita rasa dan tampilan Cungkring

Seporsi cungkring, berisi rebusan potongan beberapa bagian tubuh sapi seperti kulit, urat, dan kikil yang dipotong kecil-kecil. Bagian paling favorit adalah urat sapi, karena teksturnya yang menyerupai daging sapi. Setelah itu ditambahkan lontong dan keripik tempe yang kering, gurih, dan sedikit rasa asin dari campuran bumbu ketumbar. Kemudian disiram dengan saus yang dibuat dari kacang yang ditumbuk kasar. Agar lebih lezat, ditambahkan kecap manis di atasnya atau dengan menambahkan sambal hijau sesuai selera.

Cita rasa cungkring adalah dominan gurih yang berasal dari bahan baku yang digunakan, tanpa bau prengus, karena bahan-bahan tersebut telah diolah sedemikian rupa menggunakan bumbu rempah  pilihan.